Rabu 05 Jan 2011 05:00 WIB

Rep: Agung Sasongko/ Red: Sadly Rachman

Faktor Ekonomi & rasa frustasi Sosial picu sikap Intoleran Umat, Benarkah?

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Sikap intoleransi yang kerap terjadi di Jabodetabek bukanlah ditengarai faktor pengaruh organisasi-organisasi yang tergolong radikal. Pasalnya, tidak semua organisasi yang tergolong radikal mendapatkan dukungan yang signifikan dari masyarakat.

Peneliti SETARA Institute,  Ismail Hasani ketika memaparkan hasil riset SETARA Institute bertajuk Radikalisme Agama di Jabodetabek dan Jawa Barat dan Implikasinya terhadap Jaminan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan” di Jakarta, Rabu (22/12), mengatakan sebagian besar masyarakat menolak keberadaan organisasi radikal. Menurut dia, rasa frustasi sosial dan alienasi akibat ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerataan pembangunan dan ekonomi menjadi sebab utama terjadinya sikap intoleransi.

Hasani menilai ditengah kondisi demikian, kehadiran organisasi radikal bukanlah faktor utama melainkan faktor pengaruh lain yang menjadikan masyarakat bersikap intoleran.

Sementara itu, dalam riset yang sama juga disebutkan toleransi beragama masyarakat Jabodetabek masih terbatas pada relasi sosial seperti berteman, bertetangga dan mengikuti perkumpulan.

Hasani mengatakan warga Jabodetabek pada umumnya mengatakan keberatan jika di dekat tempat tinggalnya terdapat rumah ibadah dari umat lain. Menurutnya, Rumah ibadah dari agama lain rupanya sangat sensitif bagi warga Jabodetabek. Mereka tampaknya menolak adanya kebebasan setiap umat beragama untuk mendirikan rumah ibadah.

Meskipun warga Jabodetabek memperlihatkan intoleransi relasi-relasi yang lebih privat, Hasani mengatakan mereka tidak setuju dengan tindakan atau aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama.

 

Footage by Youtube