Sabtu 12 Sep 2015 13:35 WIB
Rep: Casilda Amilah/ Red: Sadly Rachman
REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Polusi udara di Singapura mencapai tingkat tertinggi selama setahun terakhir pada hari Kamis (10/9). Sementara kabut bercampur asap dari kebakaran hutan Indonesia yang menyelimuti langit negara pulau itu, membuat kesal turis dan menggelisahkan pemerintah beberapa jam sebelum pemilu.
Menurut Badan Lingkungan Nasional, Pollutant Standards Index (Indeks Standar Polutan) mencapai 160 pada Kamis siang, di atas indeks resmi "tidak sehat" yakni 100. Indeks di atas 200 dianggap "sangat tidak sehat" khususnya untuk anak-anak, orang tua dan mereka yang mengidap penyakit jantung dan paru-paru.Pada tahun 2013, indeks tersebut mencapai rekor tertinggi, 401, jauh di atas indeks "berbahaya" yaitu 300.
"Cukup mengecewakan. Kami tidak mengharapkan ini sama sekali," kata Ken Ridden, yang baru saja tiba dari Queensland, Australia, untuk perjalanan selama lima hari bersama istrinya, anak perempuan dan laki-lakinya. "Kita melihat foto-foto yang bagus di brosur, tapi di mana-mana ada kabut bercampur asap," katanya, sambil menunjuk ke langit kota tersebut yang hampir tidak kelihatan.
Sepanjang minggu, tingkat polusi udara terus meningkat, mengganggu kampanye pemilihan parlemen hari Jumat.Namun, warga Singapura tidak punya pilihan lain selain memilih. Semua warga Singapura berusia 21 dan seterusnya diwajibkan memilih.
"Mereka membakar hutan, dan asapnya sampai ke sini. Apa yang bisa kita lakukan tentang hal ini?" kata Perdana Menteri Lee Hsien Loong pada orang banyak saat berkampanye pada hari Selasa.
Ia mengatakan negara yang kaya itu telah bekerja sama dengan Indonesia untuk memperbaiki masalah ini, tapi ia mengatakan, Indonesia sendiri yang harus menyelesaikan masalah ini."Pemerintah Indonesia kooperatif, namun berbeda dengan sikap di kalangan masyarakat," ujar Lee.