Rabu 25 Aug 2010 02:52 WIB
Rep: Agung Sasongko/ Red: Sadly Rachman
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Umum Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), Oman Fathurachman, berpendapat kajian filologi terhadap naskah Islam Nusantara belum tergarap dengan baik. Kondisi itu diperparah dengan minimnya minat sivitas akademis di pelbagai perguruan tinggi agama Islam (PTAI) terhadap kajian naskah Islam. Karena itu, ia mengharapkan PTAI bisa menjadi pendorong pengkajian naskah Islam melalui penerapan ilmu filologi kajian naskah Islam Nusantara ke dalam kurikulum pendidikan.
Meski demikian, Oman mengakui kajian atas naskah Islam Nusantara mulai meningkat, terutama sejak tahun 2000. Namun ironisnya, peningkatan tersebut masih mendapat kendala dan hambatan, seperti minimnya sarana dan prasana yang mendukung, terutama masalah dana atau finansial. Di samping itu, saat ini belum terdapat lembaga penelitian khusus untuk mengkaji naskah Islam Nusantara.
Senada dengan Oman, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag, Atho Mudzhar, menilai kajian dan penelitian naskah keagamaan Nusantara mutlak diperlukan. Ia mengaku prihatin, sebagai harta tak bernilai, naskah klasik di tanah air kerap mengalami perlakuan yang memprihatinkan, misalnya dijual dan tidak dirawat dengan baik.
Atho menyebutkan penelitian terhadap naskah-naskah keagamaan Nusantara masih sangat terbatas dan tak sebanding dengan jumlah naskah yang ada. Karena itu, sejak tahun 1994 Balitbang dan Diklat Kemenag RI melalui Puslitbang Lektur Keagamaan melakukan identifikasi naskah klasik keagamaan mulai dari wilayah Jawa.
Di samping keberadaan lembaga khusus, Atho menyatakan Kementerian Agama sangat mengharapkan peran strategis PTAI dalam melestraikan naskah Islam Nusantara. Menurut Atho, langkah yang bisa ditempuh PTAI antara lain membuka progam studi filologi, melakukan penelitian tentang pernaskahan, memperbanyak seminar, menerbitkan hasil penelitian naskah, dan mengadakan penyuluhan ke masyarakat akan pentingnya menjaga naskah klasik keagamaan.