Rabu 13 Apr 2011 15:43 WIB

Rep: Agung Sasongko/ Red: Sadly Rachman

Masjid Lautze, Tempat rujukan tidak hanya berasal dari kalangan Tionghoa dalam memilih Islam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Tanpa terasa, Masjid Lautze sudah menginjak usia 20 tahun. Bila menilik ke belakang, banyak kisah inspiratif yang menaungi perjalanan masjid ini. Di awal, masjid yang berupa rumah dan kantor (rukan) berlantai empat, merupakan masjid pertama yang mengontrak. Label itu tak berlangsung lama, berkat bantuan sejumlah pihak melalui PT. Abdi Bangsa, pendiri Harian Republika, masjid Lautze resmi memiliki properti sendiri.

Dalam sambutan syukuran sederhana yang berlangsung Ahad (10/4), Ali memaparkan semenjaknya berdirinya Yayasan Haji Karim Oei,terhitung tahun 1991, sudah ribuan orang yang diislamkan. Hingga kini, kata dia, masjid ini masih menjadi tempat rujukan bagi orang-orang yang tidak hanya berasal dari kalangan Tionghoa memutuskan memeluk Islam.

Dalam sambutannya itu, Ali tak lupa mengumumkan kabar yang tak kalah bahagia. Yayasan Masjid Ali Karim Oei pada 25 April mendatang akan memberangkatkan dua orang mualaf untuk berumrah ke tanah suci. Kesempatan itu menurut Ali, tak terlepas dari kemuliaan seorang darmawan yang menginginkan syiar Islam di masjid Lautze terus
bergeliat tanpa terkikis waktu.

Masjid Lautze Jakarta berdiri tahun 1993, 2 tahun setelah Yayasan Haji Karim Oei (YHKO) resmi berdiri pada 9 April 1991. Masjid ini mengontrak sebuah ruko 2 lantai di bangunan bernomor 87-89 di jalan Lautze, daerah Pecinan, Jakarta Barat. Lantaran berada di jalan Lautze, masjid ini kemudian lebih dikenal dengan nama Masjid Lautze. Masjid Lautze diresmikan mantan presiden BJ Habibie pada tahun 1991.  Saat ini, Masjid Lautze punya tiga cabang. Ada di Tangerang, Bandung, dan Cirebon.

 

Photo by Google