Jumat 24 Dec 2010 07:33 WIB

Rep: Agung Sasongko/ Red: Sadly Rachman

Menulis, Perempuan Dapat Melindungi Hak-haknya

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK--Harus diakui, jaminan pemerintah terhadap hak-hak perempuan tidaklah kuat. Kasus Sumiati, buruh migran asal Dompu, Bima, Nusa Tenggara Barat misalnya, kasus tersebut bukanlah kali pertama yang menimpa tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri. Akantetapi, kondisi itu bisa diperbaiki melalui kemampuan untuk mempertahankan diri mereka. Salah satu kemampuan itu adalah menguasai kemampuan menulis.

Pengajar Universitas Islam Negeri (UIN), Sunan Gunung Djati, Bandung, Neng Hannah menuturkan peranan tulisan dalam sebuah peradaban begitu signifikan. Menurutnya, melalui tulisan ilmu pengetahuan bisa tersebar ke seluruh penjuru dunia. Demikian pula halnya dalam perjuangan yang tidak akan mungkin dilakukan tanpa peranan tulisan, termasuk perjuangan menciptakan kehidupan yang berkesetaraan dan berkeadilan.

Saat berbicara dalam seminar "Masa Depan Kepemimpinan Ulama Perempuan" yang berlangsung di Wisma Hijau, Depok, Jawa Barat, beberapa waktu lalu, Hannah menjelaskan menulis merupakan sebuah bentuk perjuangan yang bertujuan menyadarkan, memprovokasi atau mengingatkan terhadap suatu masalah yang belum terselesaikan.

Hannah mengakui, tantangan dan hambatan dalam menyuarakan perjuangan dan pengalaman terbentur pada pribadi perempuan sendiri. Rasa malas, jenuh, tekanan pekerjaan seperti yang dialami perempuan seperti korban penganiayaan terhadap TKI seperti Sumiati menjadikan medium tulisan seperti sulit untuk dijangkau. Namun, hal itu bisa ditanggulangi dengan strategi berupa keinginan untuk memberitahu kepada sesama tentang perasaan dan pemikiran perempuan.

Karena itu, dia menyarankan kepada kaum perempuan untuk mencoba menuliskan sesuatu dengan lebih dulu mengabaikan teknik menulis yang baik. Dengan demikian perasaan yang selama ini terbelenggu dalam lidah kelu lantaran tekanan psikologis yang mendera bisa diketahui orang lain.