Rabu 30 Jun 2010 02:02 WIB
Rep: Agung Sasongko/ Red: Sadly Rachman
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Umum PP Muhammdiyah, Din Syamsuddin menenggarai adanya intervensi partai politik dalam Muktamar 1 abad Muhammdiyah yang berlangsung di Jogyakarta Juli mendatang. Menurutnya, Muhammadiyah memiliki nilai strategis bagi partai Politik guna menaikan jumlah suara pada Pemilihan Umum 2014. Demikian pernyataan Din saat membuka diskusi bertajuk Ormas Islam Rentan terhadap Intervensi yang berlangsung di Kantor Pengurus Pusat Muhammadiyah, Jakarta, Jum'at (25/6).
Melihat potensi itu, Din meminta agar parpol tidak mengintervensi muktamar 1 abad Muhammadiyah. Ia secara terang-terangan meminta parpol yang berkepentingan agar memberitahu keinginannya pada PP Muhammadiyah secara langsung. Din juga meminta warga Muhammdiyah untuk bersikap dan tidak mudah terpengaruh terhadap intervensi.
Seperti diberitakan sebelumnya, muncul wacana yang mengatakan Muktamar Muhammdiyah ke-13 akan diintervensi. Asumsinya, Presiden Susilo Yudhoyono yang sejatinya membuka muktamar di Jogyakarta urung hadir lantaran jadwal kenegaraan yang padat.
Menanggapi hal itu, berulang kali Din menyatakan tidak ada intervensi. Meski demikian, ia tidak mengabaikan adanya potensi intervensi. Ia juga percaya warga Muhammdiyah dapat bersikap tegas terhadap intervensi.
Din berpandangan intervensi diibaratkan saran positif. Ia menilai tidak ada niatan Presiden untuk meremehkan Muhammadiyah. Din pun memastikan apapun modus pembukaan muktamar oleh dan darimana pun tidak akan mengurangi bobot langsung muktamar.
Sementara itu, Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdathul Ulama, Hasyim Muzadi menghormati keteguhan Muhammdiyah dalam perjuangan melawan Intervensi. Menurutnya, masalah intervensi merupakan persoalan kehormatan dan jati diri organisasi.
Hasyim berpandangan, intervensi memang berdampak buruk terhadap keberadaan organisasi. Ia menilai intervensi nantinya berakibat pada pemimpin yang tidak tahu arah karena diarahkan, hilangnya kemandirian, pergeseran Ideologi dan polarisasi konflik internal organisasi. Menurutnya, organisasi berbasis agama didirikan untuk mencegah mungkar dan menyokong yang makruf. Karenanya, tidak bisa ditempatkan sebagai oposisi dan bagian dari pemerintah.
Ia berani memastikan 'manfaat' yang diperoleh hanya fasilitas minimal yang diberikan pada satu atau dua orang. Namun akibatnya dapat merusak organisasi, prinsip perjuangan, umat dan agama.Karena itu, Hasyim berpandangan sebaiknya bukan hanya Muhammdiyah saja yang harus melawan intervensi tetapi semua kelompok memabntu Muhammadiyah dalam hal ini untuk tegaknya amar ma'ruf nahi mungkar.