Senin 27 Jun 2011 10:30 WIB

Rep: Agung Sasongko/ Red: Sadly Rachman

Kawasan Elite Sejak Zaman Kolonial dan Kisah Pembangunan Masjid Pertamanya

REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta - Pascapembangunan Kawasan Menteng sebagai permukiman elite di akhir tahun 1930-an, Pemerintah Belanda berkeinginan menjadikan Menteng sebagai kawasan yang menampilkan hegemoni Hinda Belanda di Batavia. Hegemoni itu disimbolkan dengan keberadaan bangunan perumahan yang murni bergaya akrsitektur ala Amsterdam, serta dua bangunan gereja utama, yaitu Gereja Theresia dan Gereja Saint Petrus. Gereja Theresia berlokasi di jalan H. Wahid Hasyim sementara Gereja Saint Petrus berlokasi di jalan Sunda Kelapa. Selain itu, pemerintah kolonial juga memberlakukan larangan terhadap warga pribumi untuk membangun masjid dekat kawasan itu. Saat itu, kawasan Menteng tidak memiliki satu bangunan mesjid pun. Kalau pun ada, lokasinya relatif jauh dari kawasan Menteng.

Kondisi itu tidak berubah sampai gerakan 30 September (G30S) berlangsung. Seorang penduduk Menteng kala itu terpaksa melaksanakan shalat Jumat di Masjid Kwitang atau Masjid Al-Azhar Kebayoran Baru. Perubahan justru terjadi setelah Gerakan 30 September berlangsung. Pada saat itu, masyarakat semakin menyadari pentingnya keberadaan tempat peribadatan sebagai benteng terhadap inflitrasi gerakan komunisme internasional yang saat itu gaungnya begitu kuat.

Usai G30S, masyarakat di ibu kota merindukan suasana kehidupan yang lebih Islami, tak terkecuali komunitas muslim di Menteng. Mereka merindukan adanya masjid. Sebagai permulaaan, di bagian belakang gedung Bappenas, yang terdapat sebuah lapangan milik TK dan SD Kepondang,  menjadi awal mulau berdirinya masjid di kawasan elite tersebut. Gubernur Ali Sadikin yang saat itu memerintah Jakarta memberikan tanah tersebut untuk dibangun masjid.

Sekitar tahun 1969, wacana pembangunan masjid pertama di kawasan elite Menteng mulai berkembang. Tepat 21 Desember 1969, berdirilah Masjid Sunda Kelapa yang megah. Mensesneg Alamsyah Ratu Prawiranegara merupakan tokoh yang berperan besar dalam pembangunan masjid itu.

Makin maraknya kegiatan keagamaan di Menteng membuat Kodam Jaya memberikan bangunan bekas Gedung De Bouwploeg untuk dipergunakan sebagai masjid. Masjid tersebut kemudian diberi nama Masjid Cut Mutiah. Sementara di belakang Hotel Sari Pan Pacifik yang berada di Jl Sabang, Jakarta Pusat, berdiri sebuah mushala kecil bernama Al-Hikmah.

Sebelumnya, saat-saat Al-Hikmah hendak digusur, Pemprov DKI mencarikan penggantinya di sudut jalan antara Jalan Johar dan Jalan Kemiri. Kemudian di lokasi inilah dibangun Masjid Cut Nyak Dien berkat jasa Ir Omar Tosin, seorang pengusaha dan tokoh Islam masa itu. Dia menyediakan kediamannya untuk tempat peribadatan.

Hingga kini setiap bangunan masjid masih berdiri megah. Masjid di kawasan Menteng pun kian banyak, antara lain masjid Al-Hakim yang berlokasi di depan pertokoan Menteng, masjid di Pusat Dakwah Muhammadiyah yang tak jauh dari patung tani, bahkan di lingkungan Institut Kesenian Jakarta pun ada bangunan masjid. Seiring dengan hal itu, aktivitas kegiatan keislaman semakin berwarna dengan keberadaan ragam dakwah. Tak heran ribuan jamaah acapkali memadati setiap masjid yang ada di kawasan Menteng. (Klik Video)

 

Photo by Google