Rabu 19 Jan 2011 05:15 WIB

Rep: Agung Sasongko/ Red: Sadly Rachman

Peran Muslimah di ranah publik masih rendah, Benarkah?

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Keterlibatan Perempuan Muslimah di ranah publik di berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, politik, ekonomi, dan hukum masih renda. Hal itu disebabkan pengakuan terhadap hak-hak perempuan masih terbatas pada kerangka normatif saja. Dalam praktiknya perempuan masih mendapat perlakuan berbeda. Kondisi itu diperparah dengan adanya politisasi agama dan gender di sejumlah wilayah di Indonesia.

Kepada Republika.co.id, Kamis (13/1), disela Seminar Nasional Perempuan Ruang Publika dan Islam yang berlangsung di Jakarta, Ketua Komisi Nasional Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah mengatakan kebanyakan kebijakan yang menyangkut perempuan pada dasarnya tidak sesuai dengan data dan fakta sesungguhnya. Artinya setiap kebijakan terlalu kuat aroma yang mengatasnamakan perempuan dan moralisme hukum.

Menurut dia, kebijakan yang ada hanyalah menargetkan perempuan sebagai identitas, simbol kesucian bangsa dengan kontrol tubuh perempuan dan mono standar moral. Seharusnya Kebijakan yang efektif bagi perempuan Muslimah adalah kebijakan yang berlandaskan realitas dan data-data objektif.

Karena itu, Yuniyanti menyatakan advokasi akan terus dilakukan meski dalam perjalannya akan memakan waktu lama. Namun demikian, hal itu tidak akan ada masalah bila kaum perempuan membangun kesadaran, dan berdaya.

Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, Masyitoh Chusnan mengatakan persoalan minimnya peranan perempuan Muslimah tidak terlepas dari faktor budaya masa lalu. Menurut dia, kondisi itu tidak hanya berlangsung di dunia Islam saja tetapi juga dunia barat. Islam pada 14 abad Islam telah memberikan peran kepada perempuan untuk membangun peradaban Islam. Kerena itu menurut Asyitoh kondisi itu bisa terulang dengan catatan adanya perubahan pola pikir dan keberanian perempuan Muslimah.

 

Courtesy of Youtube/Ap